BATASAN
Lupus
Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena produksi
antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan
manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai
oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik
diselangi episode remisi.
PATOFISIOLOGI
Tidak
diketahui etiologi pasti. Ada faktor keluarga yang kuat terutama pada keluarga dekat.
Resiko meningkat 25–50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic, menunjukkan kaitannya dengan
faktor genetik. Fakta bahwa sebagian kasus bersifat sporadis tanpa diketahui
faktor predisposisi genetiknya, menunjukkan faktor lingkungan juga berpengaruh.
Infeksi dapat menginduksi respon imun spesifik berupa molecular mimicry yang mengacau regulasi sistem imun.
Faktor lingkungan yang
mencetuskan LES, bisa dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. : Faktor
Lingkungan yang mungkin berperan dalam patogenesis Lupus Eritematous Sistemik
(dikutip dari Ruddy: Kelley's Textbook of
Rheumatology, 6th ed 2001
|
·
Definite
Ultraviolet B light
·
Probable
Hormon sex
rasio penderita wanita : pria =
9:1; rasio penderita menarche : menopause = 3:1
·
Possible
Faktor diet
Alfalfa sprouts dan sprouting foods yang mengandung L-canavanine; Pristane atau bahan yang sama; Diet tinggi saturated fats
Faktor Infeksi
DNA bakteri; Human retroviruses; Endotoksin, lipopolisakarida bakteri
Faktor paparan dengan obat
tertentu
:
Hidralazin; Prokainamid; Isoniazid; Hidantoin; Klorpromazin; Methyldopa; D-Penicillamine; Minoksiklin; Antibodi anti-TNF-a; Interferon-a
|
GEJALA KLINIK/SYMPTOM
·
Kulit.
Sebesar 2 sampai 3% lupus discoid
terjadi pada usia dibawah 15 tahun. Sekitar 7% Lupus diskoid akan menjadi LES
dalam waktu 5 tahun, sehingga perlu
dimonitor secara rutin Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya
antibodi antinuclear (ANA) yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan
lekopeni ringan.
·
Serositis (pleuritis dan
perikarditis).
Gejala klinisnya berupa nyeri waktu
inspirasi dan pemeriksaan fisik dan radiologis menunjukkan efusi pleura atau
efusi parikardial.
·
Ginjal
Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja
LES akan timbul gejala lupus nefritis. Lupus nefritis akan diderita sekitar 90%
anak dalam tahun pertama terdiagnosanya LES. Berdasarkan klasifikasi WHO,
urutan jenis lupus nefritis yang terjadi pada anak berdasarkan prevalensinya
adalah : (1) Klas IV, diffuse proliferative glomerulonephritis (DPGN)
sebesar 40%-50%; (2) Klas II, mesangial nephritis (MN) sebesar 15%-20%;
(3) Klas III, focal proliferative (FP) sebesar 10%-15%; dan (4) Klas V, membranous
pada > 20%.
·
Hematologi
Kelainan hematologi yang sering
terjadi adalah limfopenia, anemia, trombositopenia, dan lekopenia.
·
Pneumonitis
interstitialis
Merupakan hasil infiltrasi limfosit.
Kelainan ini sulit dikenali dan sering tidak dapat diidentifikasi. Biasanya
terdiagnosa setelah mencapai tahap lanjut.
·
Susunan Saraf Pusat
(SSP)
Gejala SSP bervariasi mulai dari
disfungsi serebral global dengan kelumpuhan dan kejang sampai gejala fokal
seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Diagnosa lupus SSP ini membutuhkan
evaluasi untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif, infeksi, dan
metabolik. Trombosis vena serebralis
bisanya terkait dengan antibodi antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis
sudah diduga, konfirmasi dengan CT Scan perlu dilakukan.
·
Arthritis
Dapat terjadi pada lebih dari 90% anak
dengan LES. Umumnya simetris, terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil.
Biasanya sangat responsif terhadap terapi dibandingkan dengan kelainan organ
yang lain pada LES. Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan
nyeri ini tak proporsional dengan hasil pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan
radiologis menunjukkan osteopeni tanpa adanya perubahan pada tulang sendi.
Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun kemudian dapat menjadi
LES.
·
Fenomena Raynaud
Ditandai oleh keadaan pucat, disusul
oleh sianosis, eritema dan kembali hangat. Terjadi karena disposisi kompleks
imun di endotelium pembuluh darah dan aktivasi komplemen lokal.
CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
Tidak ada gejala atau
tanda-tanda tunggal yang cukup untuk menegakkan diagnosa. Bila seorang anak
diduga LES, pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah: darah lengkap dan hitung
jenis, trombosit, LED, ANA, urinalisis, serta pemeriksaan laboratorium tambahan
lainnya seperti sel LE, antibodi anti-ds DNA, dan sebagainya. Mendiagnosa LES
pada anak bisa memakai kriteria ARA, seperti berikut :
Kriteria
·
malar rash
·
discoid
rash
·
fotosensitivitas
·
ulkus oral
dan nasofaring
·
artritis non
erosif pada 2 atau lebih dengan ciri-ciri bengkak atau efusi
·
serositis (pleuritis atau perikarditis atau efusi
perikardial)
·
kelainan
ginjal (proteinuria
(> 0.5 g/d atau > 3+) atau adanya cellular casts
·
kelainan
neurologis, kejang tanpa sebab lain, atau psikosa tanpa sebab lain
·
kelainan
hematologi :
·
anemia
hemolitik
lekopenia (< 40 per µL); limfopenia (< 1500 per µL); trombositopenia (< 1000 per µL) yang bukan
karena obat-obatan
·
kelainan
imunologis
sel LE positif; antibodi anti-ds DNA /anti-Sm positif; antinuclear antibodies (ANA).
Titer ANA abnormal yang bukan karena
obat yang menginduksi peningkatan ANA.
Interpretasi : Bila 4 kriteria atau lebih didapatkan, diagnosa LES bisa ditegakkan dengan
spesifitas 98% dan sensitivitas 97%.
KOMPLIKASI
Komplikasi LES pada anak meliputi hipertensi
(41%), gangguan pertumbuhan (38%), gangguan paru-paru kronik (31%),
abnormalitas mata (31%), kerusakan ginjal permanen (25%), gejala neuropsikiatri
(22%), kerusakan muskuloskeleta (9%) dan gangguan fungsi gonad (3%).
PENATALAKSANAAN
Prinsip
penatalaksanaan
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit.
Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi
adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit
bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. Monitoring dan evaluasi bisa
dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas
penyakit.
Lupus diskoid
Terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan
steroid topikal. Krim luocinonid 5% lebih efektif dibadingkan krim
hidrokrortison 1%. Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan
acitrenin efektif terhadap 50% pasien.
Serositis lupus (pleuritis, perikarditis)
Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan
ketat terhadap gangguan ginjal), antimalaria dan kadang-kadang diperlukan
steroid dosis rendah.
Arthritis lupus
Untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi
adalah NSAIDs dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan antimalaria.
Sedangkan untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake
inhibitor antidepresan (amitriptilin).
Miositis lupus
Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi
(dimulai dengan prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar
komplemen meningkat mencapai normal, dosis di tapering off secara
hati-hati dalam 2-3 tahun sampai mencapai dosis efektif terendah. Metode lain
yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara
pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih
150-250 mg), metrotreksat atau azathioprine.
Fenomena Raynaud
Standar terapinya adalah calcium channel blockers,
misalnya nifedipin; alfa 1
adrenergic-receptor antagonist dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat.
Lupus nefritis
Tidak ada terapi khusus pada klas I dari
klasifikasi WHO. Lupus nefritis kelas
II (mesangial) mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi
minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karena menggambarkan
perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis kelas III (focal proliferative Nefritis/FPGN) memerlukan
terapi yang sama agresifnya dengan DPGN,
khususnya bila ada lesi focal necrotizing. Pada Lupus nefritis kelas IV (DPGN)
kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena ternyata lebih baik
dibandingkan bila hanya dengan prednison.
Siklofosfamid intravena telah digunakan secara luas baik untuk DPGN
maupun bentuk lain dari lupus nefritis. Azatioprin telah terbukti memperbaiki outcome
jangka panjang untuk tipe DPGN. Prednison dimulai dengan dosis tinggi harian
selama 1 bulan, bila kadar komplemen meningkat mencapai normal, dosis di tapering
off secara hati-hati selama 4-6 bulan. Siklofosfamid intravena diberikan
setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar lekositnya. Dosis
siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkn tergantung pada jumlah
lekositnya (normalnya 3.000-4.000/ml). Pada
Lupus nefritis kelas V regimen
terapi yang biasa dipakai adalah (1). monoterapi dengan kortikosteroid. (2).
terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A, (3). sikofosfamid,
azathioprine,atau klorambusil. Proteinuria sering bisa diturunkan dengan ACE
inhibitor. Pada Lupus nefritis kelas V tahap lanjut. pilihan terapinya adalah
dialisis dan transplantasi renal.
Gangguan hematologis
Untuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini
adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena, anti D intravena, vinblastin,
danazol dan splenektomi. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang
dipertimbangkan adalah kortikosteroid, siklfosfamid intravena, danazol dan
splenektomi.
Pneumonitis interstitialis lupus
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah
kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.
Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah
kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.
Penurunan densitas mineral berhubungan
dengan dosis dan lamanya pengobatan steroid.
Penggunaan dosis rendah harian kortikosteroid dengan dosis tinggi intermitten intravena disertai
suplementasi vitamin D dan kalsium bisa mempertahankan densitas mineral tulang.
Fraktur patologis jarang terjadi pada anak SLE. Resiko fraktur bisa dicegah
dengan intake kalsium dan program exercise yang lebih baik.
Melalui program alternate, efek samping steroid pada pertumbuhan bisa
dikurangi. Sebelum menetapkan efek obat, penyebab endokrin seperti tiroiditis
dan defisiensi hormon pertumbuhan harus dieksklusi. Nekrosis avaskuler bisa
terjadi pada 10-15% pasien LES anak
yang mendapat steroid dosis tinggi dan jangka panjang.
Tabel 2. : Obat-obat
yang sering digunakan pada penderita LES
|
Antimalaria
Hidroksiklorokin 3-7 mg/kg/hari PO sebagai garam sulfat (maksimal 400 mg/hari)
Kortiko-steroid
Prednison
Dosis
harian(1 mg/kg/hari); prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5
mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg); prednison dosis rendah harian (0.5 mg/kg)/hari
yg digunakan bersama methylprednisolone
dosis tinggi intermitten (30
mg/kg/dosis, maksimum mg) per minggu
Obat
imuno-supresif
Siklofosfamid
500-750 mg/m2 IV 3
kali sehari selama 3 minggu. maksimal
1 g/m2. Harus diberikan IV dengan infus terpasang, dan dimonitor.
Monitor lekosit pada 8-14 hari mengikuti setiap dosis (lekosit dimaintenance
> 2000-3000/mm3)
Azathioprine
1-3 mg/kg/hari PO 4 kali sehari
Non-steroidal anti-inflam-matory
drugs (NSAIDs)
Naproxen
7-20 mg/kg/hari PO dibagi 2-3
dosis maksimal 500-1000 mg/hari
Tolmetin
15-30 mg/kg/hari PO dibagi 2-3
dosis maksimal 1200-1800 mg/hari
Diclofenac
< 12 tahun : tak dianjurkan
> 12 tahun : 2-3 mg/kg/hari
PO digagi 2 dosis maksimal 100-200 mg/hari
Suplemen Kalsium
dan vitamin D
Kalsium karbonat
< 6 bulan : 360 mg/hari
6-12 bulan : 540 mg/hari 1-10 bulan : 800 mg/hari 11-18 bulan : 1200 mg/hari
Calcifediol
< 30 kilogram : 20 mcg PO 3 kali/minggu
> 30 kilogram : 50 mcg PO 3 kali/minggu
Anti-hipertensi
Nifedipin
0.25-0.5 mg/kg/dosis PO dosis
awal, tak lebih dari 10 mg, diulang tiap 4-8 jam.
Enalapril
0.1 mg/kg/hari PO 4 kali sehari
atau 2 kali sehari bisa ditingkatkan bila perlu, maksimum 0.5 mg/kg/hari
Propranolol
0.5-1 mg/kg/hari PO dibagi 2-3
dosis, dapat ditingkatkan bertahap dalam 3-7 hari dengan dosis biasa 1-5
mg/kg/hari
|
PROGNOSIS
LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun
sebesar 90%. Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu
karena gagal ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia
autoimun. Data dari beberapa penelitian tahun 1950-1960, menunjukkan
5-year survival rates sebesar 17.5%-69%. Sedangkan tahun 1980-1990, 5-year
survival rates sebesar 83%-93%. Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85%
pasien LES dapat hidup selama 10 tahun sebesar 88% dari pasien mengalami
sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya secara jangka panjang dan
menetap.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Klein-Gitteman MS, Miller ML. Systemic Lupus
Erythematosus. In : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Textbook of Pediatrics.
17th Ed Philadelphia, WB Saunders 2004. pp. 809-812.
2. Lehman TJ. A practical guide to systemic lupus
erythematosus. Pediatr Clin North Am 1995; 42 : 1223–38.
3. Boumpas DT,
Austin HA, Fessler BJ. Systemic lupus erythematosus : Renal, neuropsychiatric,
cardiovascular, pulmonary and hematologic disease. Ann
Intern Med 1995; 122 : 940–50.
4. Wallace DJ. Antilamarial agents and lupus. Rheum
Dis Clin North Am 1994; 20 : 243-263.
5. Bansal VK, Beto JA. Treatment of lupus nephritis:
a meta-analysis of clinical trials. Am J Kidney Dis 1997; 29 : 193-199.
No comments:
Post a Comment