BATASAN
Sindroma ”croup” merupakan kumpulan gejala klinik
yang ditandai dengan adanya batuk, suara parau, stridor inspiratoir yang disebabkan
obstruksi saluran napas atas/laring.
PATOFISIOLOGI
Adanya faktor infeksi (virus, bakteri, jamur), mekanis
dan/atau alergi dapat menyebabkan terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada
laring dan trakea, sehingga mengganggu gerakan plica vocalis. Diameter saluran
napas atas yang paling sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring (subglottic
trachea). Adanya spasme dan edema akan menimbulkan obstruksi saluran napas atas.
Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan turbulensi aliran udara yang
lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut
sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar saat
inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih
lemah, bernada tinggi (high pitched)
dan terdengar juga saat ekspirasi. Edema pada plica vocalis akan mengakibatkan
suara parau. Kelainan dapat berlanjut hingga mencapai brokus dan alveoli,
sehingga terjadi laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis. Pada spasmodic croup terjadi edema jaringan tanpa proses inflamasi.
Reaksi yang terjadi terutama disebabkan oleh reaksi alergi terhadap antigen
virus dan bukan akibat langsung infeksi virus.
PENYEBAB SINDROMA CROUP
·
INFEKSI : terbanyak infeksi virus
o
Bakteri : Hemofilus influenza tipe B, Corynebacterium difteri
o
Virus : Para influenza 1,2,3; Infuenza; Adeno; Entero;
RSV, morbilli
o
Jamur : Candida
albican
·
MEKANIK
:
o
Benda
asing
o
Pasca
pembedahan
o
Penekanan
masa ekstrinsik
·
ALERGI
: Sembab angioneurotik
GEJALA KLINIS SINDROMA CROUP
Gejala
klinis awali dengan suara serak, batuk
menggonggong dan stridor inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor akan makin berat tetapi dalam kondisi
yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala
obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak
dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam
waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas yang makin
berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan adanya retraksi supraklavikular,
suprasternal, interkostal, epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak akan tampak gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat
anak tampak diam, lemas, kesadaran
menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang
berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari.
EPIGLOTITIS
AKUT
Epiglotitis akut
merupakan keadaan gawat darurat sehingga diagnosa harus ditegakkan secepat
mungkin. Terapi harus dilakukan
secara cepat dan tepat agar dapat menurunkan kematian.
Definisi : keradangan akut epiglotis, biasa disebabkan
oleh bakteri (bacterial croup, supraglottic
croup)
Etiologi : terbanyak disebabkan Haemophylus
Influenza tipe B
Umur : menyerang terbanyak pada kelompok
usia 3-7 tahun
Gejala klinis :
·
mendadak
panas tinggi
·
stridor
inspiratoir , retraksi cepat timbul
·
nyeri
epiglotis : suara kecil (pelan)
·
anak
tampak sakit keras/toksis, air liur keluar berlebihan (drooling), gelisah & sianosis
·
epiglotis
bengkak dan merah seperti buah cherry
·
dapat
cepat : gagal napas
Pemeriksaan penunjang :
· foto leher lateral: dapat terlihat obstruksi
supraglotis karena pembengkakan epiglotis (thumb
sign)
· laboratorium : pemeriksaan darah menunjukkan lekosit
meningkat, pada hitung jenis tampak pergeseran ke kiri. Bila fasilitas tersedia
: dari pemeriksaan hapusan tenggorokan dan biakan darah dapat ditemukan
Haemophylus Influenza tipe B.
Penatalaksanaan : MRS di ICU
·
Pemberian
oksigenasi
·
Pemberian
cairan intravena disesuaikan berat badan dan status hidrasi.
·
Pemberian
inhalasi salin normal.
·
Pemilihan
antibiotik :
o
Ampisilin
100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis
o
Kloramfenikol
: 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis
o
Sefalosporin
Generasi 3 (Cefotaksim atau Ceftriakson)
·
Bila
panas dapat diberikan antipiretik
·
Seringkali
memerlukan tindakan trakeostomi
LARINGITIS AKUT A/LARINGOTRAKEO BRONKITIS AKUT A
Definisi : Keradangan pada laring/
laring-trakea-bronkus
Etiologi : penyebab terbanyak adalah virus
(Para influenza, Influenza, Adeno, RSV, Morbili)
Umur : menyerang
terutama pada kelompok umur 3 bulan-5 tahun
Gejala klinis Laringitis akut :
·
Sering
pada anak, biasanya ringan
·
Selalu
didahului infeksi saluran nafas atas
·
Gejala
klinis : panas, pilek,batuk 2-3 hari, mendadak suara parau, batuk menggonggong,
stridor inspiratoir, pemeriksaan faring tampak hiperemi
·
Kesukaran
napas yang terjadi tidak berat
Gejala klinis Laringotrakeobronkitis akut :
·
Perjalanan
penyakit menjalar ke bronkus
·
Dapat
terjadi infeksi sekunder karena bakteri
·
Kesukaran
bernapas yang terjadi lebih berat
·
Anak
dapat mengalami panas tinggi
·
Pada
pemeriksaan fisis didapatkan tanda-tanda bronkitis
Diagnosis Laringitis akut/Laringotrakeo bronkitis akut :
·
Berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan fisis
·
Ditunjang
beberapa pemeriksaan tambahan :
o
Foto
rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada
50% kasus
o
Pemeriksaan
laboratorium : gambaran darah dapat normal, jika disertai infeksi sekunder
leukosit dapat meningkat.
Penatalaksanaan Laringitis Akut/Laringotrakeo bronkitis akut :
·
Umumnya
tidak perlu MRSvere airway obstruction, while awaiting
·
Indikasi
MRS :
- usia
dibawah satu tahun
-
tampak
toksik, sianosis, dehidrasi atau exhausted
-
tampak
retraksi suprasternal, atau retraksi subcostal
-
diagnosis
tidak jelas
-
perawatan
di rumah kurang memadai
· Pada
Laringotrakeo bronkitis akut dapat diberikan antibiotik (Ampisilin dan/atau Kloramfenikol)
· Diberikan
inhalasi dengan salin normal; bila tersedia dapat menggunakan racemic epinefrin inhalasi
·
Dapat
diberikan antipiretika bila perlu
·
Pada
anak yang tampak sakit berat :
o
Anak
harus menjalani rawat inap
o
Pemberian
oksigenasi
o
Pemberian
inhalasi: salin normal
o
Pemberian
cairan dan kalori intravena disesuaikan dengan berat badan dan status hidrasi
o
Antibiotik
diberikan secara intravena
o Dapat
diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari
o
Jarang
memerlukan tindakan trakeostomi
SPASMODIC LARYNGITIS
(ALLERGIC CROUP, PSEUDO CROUP)
Etiologi :
Virus, faktor alergi dan faktor psikologis
Umur :
menyerang terbanyak pada kelompok usia 1-3 tahun
Gejala klinis :
o
Dapat
terjadi pilek/serak atau tanpa pilek/serak.
o
Pada
malam hari batuk menggonggong, stridor inspirasi, anak gelisah, tanpa disertai
panas
o
Gejala
pada pagi hari akan berkurang, malam menghebat berulang-ulang
o
Ada
predisposisi dalam keluarga
Diagnosis :
·
Ditegakkan
berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisis
·
Pemeriksaan
laboratorium tidak didapatkan kelainan.
Penatalaksanaan :
o
Tidak
diperlukan rawat inap dan pemberian antibiotik.
o
Pemberian
nebuliser Setelah anak muntah, umumnya laringospasme akan menghilang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Grad R, Taussig LM. Acute Infection
Producing Upper Airway Obstruction. Dalam : Kendig EL, Chernick V, Penyunting. Kendig’s
Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB
Saunders, 1990 : 336-49.
2.
Silber
GR, Scheifele D. Croup. Dalam : Graef JW, Cone Jr TE, penyunting. Manual of
Pediatrics Therapeutics. Edisi ke-2. Boston:Little-Brown,
1980 : 371.
3.
Roosevelt GE. Acute inflammatory Upper Airway Obstruction. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB
Saunders, 2003 : 1405-9.
4.
Knutson D, Aring A. Viral Croup. Am Fam Physician 2004;
69 : 535-40, 541-2.
5.
Somani R, Evans MF. Role of glucocorticoids in treating
Croup. Can Fam Physician 2001; 4 : 733-5.
6.
Malhotra A, Krilov LR. Viral Croup. Ped in Rev 2001; 22
: 1-12.
No comments:
Post a Comment