Wednesday, 22 July 2015

SINDROMA CROUP



BATASAN
Sindroma ”croup” merupakan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan adanya batuk, suara parau, stridor inspiratoir yang disebabkan obstruksi saluran napas atas/laring.

PATOFISIOLOGI
Adanya faktor infeksi (virus, bakteri, jamur), mekanis dan/atau alergi dapat menyebabkan terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada laring dan trakea, sehingga mengganggu gerakan plica vocalis. Diameter saluran napas atas yang paling sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring (subglottic trachea). Adanya spasme dan edema akan menimbulkan obstruksi saluran napas atas. Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan turbulensi aliran udara yang lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi. Edema pada plica vocalis akan mengakibatkan suara parau. Kelainan dapat berlanjut hingga mencapai brokus dan alveoli, sehingga terjadi laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis.  Pada spasmodic croup  terjadi edema jaringan tanpa proses inflamasi. Reaksi yang terjadi terutama disebabkan oleh reaksi alergi terhadap antigen virus dan bukan akibat langsung infeksi virus.     

PENYEBAB SINDROMA CROUP
·         INFEKSI : terbanyak infeksi virus
o   Bakteri :  Hemofilus influenza tipe B, Corynebacterium  difteri
o   Virus    :  Para influenza 1,2,3; Infuenza; Adeno; Entero; RSV, morbilli
o   Jamur   : Candida albican                         
·         MEKANIK : 
o   Benda asing
o   Pasca pembedahan
o   Penekanan masa ekstrinsik
·         ALERGI : Sembab angioneurotik

GEJALA KLINIS SINDROMA CROUP
Gejala klinis awali dengan  suara serak, batuk menggonggong dan stridor inspiratoir. Bila terjadi obstruksi  stridor akan makin berat tetapi dalam kondisi yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan adanya retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal, epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak akan tampak  gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat anak tampak diam, lemas,  kesadaran menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari.

EPIGLOTITIS AKUT
Epiglotitis akut merupakan keadaan gawat darurat sehingga diagnosa harus ditegakkan secepat mungkin. Terapi harus dilakukan secara cepat dan tepat agar dapat menurunkan kematian.
Definisi     : keradangan akut epiglotis, biasa disebabkan oleh bakteri (bacterial croup, supraglottic croup)
Etiologi           : terbanyak disebabkan Haemophylus Influenza tipe B
Umur              : menyerang terbanyak pada kelompok usia 3-7 tahun
Gejala klinis :
·         mendadak panas tinggi
·         stridor inspiratoir , retraksi cepat timbul
·         nyeri epiglotis : suara kecil (pelan)
·         anak tampak sakit keras/toksis, air liur keluar berlebihan (drooling), gelisah & sianosis
·         epiglotis bengkak dan merah seperti buah cherry
·         dapat cepat : gagal napas

Pemeriksaan penunjang :
·        foto leher lateral: dapat terlihat obstruksi supraglotis karena pembengkakan epiglotis (thumb sign)
·   laboratorium : pemeriksaan darah menunjukkan lekosit meningkat, pada hitung jenis tampak pergeseran ke kiri. Bila fasilitas tersedia : dari pemeriksaan hapusan tenggorokan dan biakan darah dapat ditemukan Haemophylus Influenza tipe B.

Penatalaksanaan : MRS di ICU
·         Pemberian oksigenasi
·         Pemberian cairan intravena disesuaikan berat badan dan status hidrasi.
·         Pemberian inhalasi salin normal.
·         Pemilihan antibiotik :
o   Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis
o   Kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis
o   Sefalosporin Generasi 3 (Cefotaksim atau Ceftriakson)
·         Bila panas dapat diberikan antipiretik
·         Seringkali memerlukan tindakan trakeostomi

LARINGITIS AKUT A/LARINGOTRAKEO BRONKITIS AKUT A
Definisi    : Keradangan pada laring/ laring-trakea-bronkus
Etiologi    : penyebab terbanyak adalah virus (Para influenza, Influenza, Adeno, RSV, Morbili)
Umur      : menyerang terutama pada kelompok umur 3 bulan-5 tahun
Gejala klinis Laringitis akut :
·         Sering pada anak, biasanya ringan
·         Selalu didahului infeksi saluran nafas atas
·         Gejala klinis : panas, pilek,batuk 2-3 hari, mendadak suara parau, batuk menggonggong, stridor inspiratoir, pemeriksaan faring tampak hiperemi
·         Kesukaran napas  yang terjadi tidak berat

Gejala klinis Laringotrakeobronkitis akut :
·         Perjalanan penyakit menjalar ke bronkus
·         Dapat terjadi infeksi sekunder karena bakteri
·         Kesukaran bernapas yang terjadi lebih berat
·         Anak dapat mengalami panas tinggi
·         Pada pemeriksaan fisis didapatkan tanda-tanda bronkitis

Diagnosis Laringitis akut/Laringotrakeo bronkitis akut :
·         Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis
·         Ditunjang beberapa pemeriksaan tambahan :
o   Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus
o   Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal, jika disertai infeksi sekunder leukosit dapat meningkat.

Penatalaksanaan Laringitis Akut/Laringotrakeo bronkitis akut :
·         Umumnya tidak perlu MRSvere airway obstruction, while awaiting
·         Indikasi MRS :
   -    usia dibawah satu tahun
-       tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau exhausted
-       tampak retraksi suprasternal,  atau retraksi subcostal
-       diagnosis tidak jelas
-       perawatan di rumah kurang memadai
·        Pada Laringotrakeo bronkitis akut dapat diberikan antibiotik (Ampisilin dan/atau Kloramfenikol)
·   Diberikan inhalasi dengan salin normal; bila tersedia dapat menggunakan racemic epinefrin inhalasi
·         Dapat diberikan antipiretika bila perlu
·         Pada anak yang tampak sakit berat :
o   Anak harus menjalani rawat inap
o   Pemberian oksigenasi
o   Pemberian inhalasi: salin normal
o   Pemberian cairan dan kalori intravena disesuaikan dengan berat badan dan status hidrasi
o   Antibiotik diberikan secara intravena
o Dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari
o   Jarang memerlukan tindakan trakeostomi

SPASMODIC LARYNGITIS (ALLERGIC CROUP, PSEUDO CROUP)
Etiologi           : Virus, faktor alergi dan faktor psikologis
Umur              : menyerang terbanyak pada kelompok usia 1-3 tahun
Gejala klinis   :
o   Dapat terjadi pilek/serak atau tanpa pilek/serak.
o   Pada malam hari batuk menggonggong, stridor inspirasi, anak gelisah, tanpa disertai panas
o   Gejala pada pagi hari akan berkurang, malam menghebat berulang-ulang
o   Ada predisposisi dalam keluarga
Diagnosis :
·         Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisis
·         Pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan.
Penatalaksanaan : 
o   Tidak diperlukan rawat inap dan pemberian antibiotik.
o   Pemberian nebuliser Setelah anak muntah, umumnya laringospasme akan menghilang.
      
DAFTAR PUSTAKA
1.      Grad R, Taussig LM. Acute Infection Producing Upper Airway Obstruction. Dalam : Kendig EL, Chernick V, Penyunting. Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB Saunders, 1990 : 336-49.
2.      Silber GR, Scheifele D. Croup. Dalam : Graef JW, Cone Jr TE, penyunting. Manual of Pediatrics Therapeutics. Edisi ke-2. Boston:Little-Brown, 1980 : 371.
3.      Roosevelt GE. Acute inflammatory Upper Airway Obstruction. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders,  2003 : 1405-9.
4.      Knutson D, Aring A. Viral Croup. Am Fam Physician 2004; 69 : 535-40, 541-2.
5.      Somani R, Evans MF. Role of glucocorticoids in treating Croup. Can Fam Physician 2001;   4 : 733-5.
6.      Malhotra A, Krilov LR. Viral Croup. Ped in Rev 2001; 22 : 1-12.

No comments:

Post a Comment