Thursday, 23 July 2015

GAGAL GINJAL AKUT



BATASAN
Adalah suatu keadaan klinis, terjadi penurunan fungsi ginjal secara mendadak  dengan akibat kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh hilang, dan disertai gejala-gejala sebagai akibat :
  1. Gangguan keseimbangan air dan elektrolit
  2. Gangguan keseimbangan asam-basa
  3. Gangguan eliminasi limbah metabolisme misalnya ureum, creatinin   
Gagal ginjal akut biasanya disertai anuria, oliguria, produksi urin normal maupun poliuria.

ETIOLOGI
Berbagai faktor penyebab Gagal Ginjal Akut dapat dikatagorikan menjadi : Faktor  Prarenal (Prerenal Failure), Faktor Renal (Intrinsic Renal Failure) dan Faktor Pasca Renal (Postrenal Failure). 

Gagal Ginjal Prarenal
Penyebab utama terjadi Prarenal Failure adalah hipoperfusi ginjal yang disebabkan karena  dehidrasi, hipoalbuminemia, luka bakar, gagal jantung. 

Gagal Ginjal Renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal. Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal langsung terganggu. Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak teratasi sehingga mengakibatkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal, seperti misalnya glomerulonefritis, gangguan vaskularisasi ginjal, nekrosis tubular akut, pielonefritis.

Gagal Ginjal Pascarenal
Semua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih yang bersifat bilateral, misalnya : kristal, batu, tumor, bekuan darah, trauma, kelainan bawaan.

PATOFISIOLOGI
GGA adalah suatu proses multifaktor yang meliputi gangguan hemodinamik renal, suseptibel nefron yang spesifik, obstruksi tubulus renalis, gangguan sel dan metabolik. Vaso konstriksi diduga merupakan faktor utama yang mengganggu hemodinamik renal yang dapat menyebabkan terjadinya GGA. Gangguan pada epitel tubulus ginjal dapat mengakibatkan pengeluaran komponen vasoaktif yang dapat mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah kortek. Keadaan ini dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan mengganggu tubulus ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus terjadi akibat vaso konstriksi pembuluh darah afferen dan efferen, sehingga dapat menurunkan produksi urin. Komponen vasoaktif yang dapat menyebabkan iskemia dan toksik pada ginjal, meliputi angiotensin, prostaglandin, endotelin, nitric oxide. Walaupun vasokonstriksi diduga sebagai penyebab utama GGA, namun pemberian vaso dilator tidak terbukti dapat memperbaiki fungsi ginjal.
Gangguan sel dan metabolik pada ginjal melibatkan molekul oksigen reaktif yang dapat ditemukan pada beberapa penyakit ginjal. Molekul oksigen yang paling reaktif adalah radikal bebas meliputi hidroksil radikal dan anion superoksid. Metabolit oksigen reaktif dapat menyebabkan terjadi iskemia oleh karena terjadi reaksi dengan nitric oxide sintetase.
Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal. Sehingga tubulus mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat obat nefrotoksik. Struktur dan fungsi sel epitel mengalami kerusakan, sehingga terjadi peningkatan kalsium dalam sel, aktifasi fosfolipase, polaritas menghilang, terjadi pengelupasan skeleton dari kortek. Kematian sel yang terjadi setelah iskemia atau proses toksik, sebagai akibat nekrosis atau apoptosis dan gangguan gene yang menyebabkan kerusakan DNA. Apoptosis terjadi akibat ada bahan yaitu tumor necrosis factor dan inhibitor yaitu growth faktor, walaupun mekanisme yang pasti belum diketahui.
GGA pasca renal, disebabkan obstruksi aliran urin, dapat bersifat kongenital maupun didapat. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan GGA adalah obstruksi katup uretra posterior. Obstruksi pasca renal yang dimaksud adalah obstruksi bagian distal nefron misalnya ureter. Namun demikian obstruksi pada tubulus misalnya akibat kristal jengkol, juga dimasukkan obstruksi pasca renal. Obstruksi kristal jengkol dapat terjadi mulai dari uretra, ureter dan pelvis.

GEJALA KLINIS

Keluhan dan gejala Gagal Ginjal Akut pada anak tidak khas. Gagal Ginjal Akut hendaknya dipertimbangkan pada anak-anak dengan gejala-gejala sebagai berikut :
  1. Gejala-gejala non-spesifik dari uremia : mual, muntah, anoreksia, drowsiness atau kejang.
  2. Oliguria atau anuria (< 300 ml/m2/hari atau <1 ml/kg BB/jam)
  3. Hiperventilasi karena asidosis.
  4. Sembab.
  5. Hipertensi.
  6. Kelainan sedimen urine, misalnya : hematuria, proteinuria.
  7. Tanda-tanda obstruksi saluran kemih, misalnya : pancaran urine yang lemah, kencing menetes atau adanya masa pada palpasi abdomen.
  8. Keadaan-keadaan yang merupakan faktor predisposisi Gagal Ginjal Akut, misalnya diare dengan dehidrasi berat, penggunaan aminoglikosida, khemoterapi pada leukemia akut.

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOIS
Apabila dicurigai terjadinya Gagal Ginjal Akut, segera lakukan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin serum.


 
DIAGNOSA BANDING
Perlu segera dibedakan jenis Gagal Ginjal Akut prarenal, renal atau pascarenal oleh karena masing-masing mempunyai aspek pengobatan yang berbeda. Gagal Ginjal pascarenal (obstruksi) paling mudah dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi. Untuk membedakan Gagal Ginjal prarenal atau intrarenal, dapat dilakukan 2 macam cara pemeriksaan :
1.    Perbedaan secara laboratorium :
Urine
Prarenal
Renal
Volume
Sedikit
Sedikit
Protein
Negatif
Sering positif
Sedimen
Normal
Torak granular, eritrosit
Berat jenis
> 1020
1010 – 1015
Na urine (mmol/l)
< 10
> 25
Urea urine (mmol/l)
> 250
< 160
Osmolalitas (mmol/l)
> 500
200­­­­­­– 350
Ratio osmolalitas U/P
> 1.3
< 1,1
FENa
< 1
> 1

2.      Perbedaan secara pemberian terapi :
Cara ini hendaknya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya overloading atau dehidrasi.
a.   Terapi cairan : dengan memberikan infus garam isotonik atau Ringer’s Lactate sebanyak 20 ml/kg berat badan selama 1 jam, dilanjutkan pemberian diuretik. Bila terjadi diuresis  > 2 ml/kg BB/jam berarti Gagal Ginjal Prarenal.
b.      Diuretik : boleh dilakukan bila faktor prarenal telah dikoreksi :
1.      Furosemide 1-2 mg/kg BB/kali, diberikan 2 kali (selang 4 jam).
Efek samping : eksaserbasi gagal ginjal dan ototoksisitas terutama bila diberikan dalam dosis tinggi dan keadaan asidosis metabolik.
2.      Mannitol 0,5-1 gram/kg bb diinfus dalam 10-20 menit .
Efek samping : meningkatkan volume darah dan sembab paru.
Bila terjadi diuresis > 2 ml/kg/jam pasca terapi berarti suatu Gagal Ginjal Prarenal. Bila diuresis < 2 ml/kg/jam berarti suatu Gagal Ginjal Intrarenal.
 

PENATALAKSANAAN

1. Cairan : 
Faktor-faktor prarenal (penyebab dehidrasi) harus segera dikoreksi dengan pemberian cairan yang sesuai dan adekuat. Pemberian cairan pada Gagal Ginjal Akut harus hati-hati untuk menghindarkan terjaidnya overload cairan. Dapat digunakan rumus, yaitu jumlah cairan yang diperlukan diperhitungkan terhadap jumlah kalori yang dikeluarkan:


 
Kebutuhan cairan sehari = 25 ml per 100 cal yang dikeluarkan + jumlah volume urine.

Kebutuhan Kalori Sehari :
Berat Badan
Kebutuhan Kalori Sehari
3-10 kg
100 cal/kg BB
11-20 kg
1000 cal + 50 cal/kg BB diatas 10 kg
> 20 kg
1500 cal + 20 cal/kg BB diatas 20 kg

Pemantauan :
a.       Penurunan berat badan 0,5-1,0% tiap hari menunjukkan pemberian cairan yang tepat.
b.      Panurunan kadar Natrium menunjukkan overhidrasi.
c.       Pemantauan dengan CVP sangat dianjurkan.

2. Asidosis metabolik 
Asidosis harus dikoreksi apabila kadar HCO3 < 12 mEq/L dan pH darah < 7,2. Jumlah Bikarbonat yang diperlukan = (HCO3 ideal – HCO3 aktual) x berat badan (kg) x 0,3. Bila pemberian ini tidak dimungkinkan, dapat diberi koreksi buta 2-3 mEq/kg bb/hari setiap 12 jam. Bila dengan koreksi tersebut tidak menunjukkan hasil, dialisis merupakan indikasi. 
 
3. Hiperkalemia
Bila terdapat tanda-tanda hiperkalemia berat (ada perubahan-perubahan pada EKG dan kadar K+ serum > 7 mEq/L), perlu segera diberikan :
    1. Glukonas kalsikus 10%, 0.5 ml/kg BB intravena dalam 10-15 menit. Tujuannya untuk mengatasi efek toksik K+ pada jantung.
    2. Sodium Bicarbonate 7,5%, 2,5 mEq/kg BB intravena selama 10-15 menit, untuk meningkatkan ph darah sehingga terjadi intracellular shift sehingga kadar K+ serum turun.
    3. Glucosa 0.5 g/kg bb per infus selama 30 menit ditambah insulin 0,1 unit/kg bb atau 0,2 unit/g glukosa untuk menggerakkan K+ bersama glukosa ke dalam sel masuk ke dalam proses glikolisis.
d.      Ion exchange resin untuk mengeliminasi K+ dari tubuh.

4. Hiperfosfatemia dan Hipokalsemia : 
Pada gagal ginjal pencegahan dilakukan dengan mempertahankan kadar kalsium serum antara 9.0-10.0 mg/100 ml melalui pemberian suplemen kalsium yang cukup. Bila timbul tetani akibat hipokalsemia, perlu diberi glukonas kalsikus 10% i.v. 0,5 ml/kg bb pelan pelan 5-10 menit, dilanjutkan dosis rumatan kalsiumoral 1-4 gram/hari. Kadar fosfat serum dipertahankan antara 4.0-5.0 mg/100 ml dengan diit rendah fosfat. Dapat pula dilakukan pengikatan fosfat dalam usus dengan menggunakan kalcium karbonate 50 mg/kg bb/hari, laktat atau glukonat sebagai phosphate binder. Vitamin D perlu disertakan dalam diit dan sebaiknya diberikan 1,25 (OH)2 cholecalciferol sebagai vitamin D3 aktif dengan dosis 0.5-1.0 microgram per hari. 

5. Anemia
Anemia ringan terjadi karena produksi erythropoetin menurun dan erythropoesis tak sempurna sehingga produksi sel darah merah tak sempurna serta life-span memendek. Transfusi tidak dianjurkan bila gejala-gejala klinis anemia tak terlihat atau Hb masih di atas 6 g/dl, karena transfusi dapat memperberat hiperkalemia, hipertensi dan payah jantung. Bila Hb < 6 g/dl atau Ht < 20%, tranfusi dilakukan dengan mempergunakan pack red cell (10 ml/kg bb) dengan tetesan lambat 4-6 jam (lebih kurang 10 tetes/menit). Pemberian erythropoitin rekombinan perlu dipertimbangkan bila Hb £ 10 g/dl, Ht £ 30%, dengan catatan cadangan besi adekuat: Feritin > 100 mg/L, saturasi transferin > 20%, serta tidak ada infeksi berat.

6. Hipertensi 
Penyebabnya biasanya fluid overload atau kelainan parenkhim ginjal. Terapi dengan restriksi cairan dan natrium, pemberian diuretik, dan bila perlu diberikan antihipertensi, misalnya : kaptopril 0.3 mg/kg bb/kali diberikan 2-3 kali sehari. Obat anti hipertensi lain adalah Hydralazine (1-5 mg/kg BB/hari), Methyldopa (10-50 mg/kg BB/hari), Propranolol (1-10 mg/kg BB/hari). Pada hipertensi krisis dapat diberikan nifedipin sublingua 0.1 mg/kg bb/kali dengan pemberian maksimum 1 mg/kg bb/hari. Nitroprusid natrium 0,5 mg/kg bb/menit juga dapat diberikan pada krisis hipertensi.

7. Kejang 
Timbul karena hipervolemia, hipokalsemia, hipertensi atau BUN yang meningkat dengan cepat. Kejang dapat pula timbul pasca transfusi darah atau albumin, karena terjadi ekspansi secara tiba-tiba dari fluid compartment. Bila perlu diberi obat-obat anti kejang, yaitu diazepam 0,3-0,5 mg/kg bb i.v dapat diulang tiap 15 menit seperti menangani kejang pada umumnya, dan dilanjutkan rumatan dengan phenobarbital  4-8 mg/kg bb/hari.
 
8. Infeksi
Infeksi biasanya menyerang saluran kemih, pernapasan dan pencernaan. Pengobatan dengan antibiotik yang sesuai harus segera diberikan. Dosis harus disesuaikan dengan turunnya fungsi ginjal. Sebaiknya pencegahan dilakukan, antara lain dengan cara menghindari tindakan-tindakan yang tidak perlu, penanganan secara aseptik dan steril.

9. Nutrisi 
Prinsip nutrisi yang harus diberikan adalah diit tinggi kalori rendah protein,  dengan jumlah kebutuhan kalori disesuaikan dengan umur dan berat badan. Jumlah kalori ideal 60-100 cal/kg BB/hari diberikan terutama dalam bentuk glukosa dan lemak. Protein dibatasi antara 0.85-1.0 gram/kg BB/hari dalam bentuk protein hewani yang bernilai biologik tinggi. Sebaiknya disertakan pula vitamin.
 
10. Edema paru
Edema paru merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat. Tindakan yang dilakukan dengan memberikan furosemid i.v. 1 mg/kg bb disertai torniket dan flebotomi. Di samping itu dapat diberi morfin 0,1 mg/kg bb. Bila tindakan tersebut tidak berhasil dalam waktu 20 menit, maka dialisis harus segera dilakukan.
 
11. Dialisis 
Dilakukan apabila dengan terapi konservatif tidak berhasil. indikasi dialisis pada anak dengan GGA adalah : 

1.      Kadar ureum darah > 200 mg%
2.      Hiperkalemia > 7,5mEq/L
3.      Bikarbonas serum < 12 mEq/L
4.      Adanya gejala gejala overhidrasi : edema paru, dekompensasi jantung, hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat.
5. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat : perdarahan, kesadaran menurun sampai koma.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Andreoli SP, 1999. Management of Acute Renal Failure. In Barratt TM, Avner ED, Harmon WE. 4th ED. Baltimor, Maryland USA : Lippincott William & Wilkins; 1119-1133.
2.      Alatas H, 2002. Gagal ginjal akut. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 490-508.
3.      Fitzpatrick MM, Kerr SJ, Bradbury MG, 2003. Acute renal failure. In : Postlethwaite R, Webb N. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd Ed.  New York : Oxford University Press;  405-425.
4.   Gauthir B, Edelmann JR, CM, Barnett HL, 1982. Management of Acute Renal Failure. In : Ganthier B, et al eds. Nephrology and Urology for the Pediatrician. 1st ed. Boston; Little, Brown and Company, 251-261.
5.      Perhimpunan nefrologi Indonesia 2001. Konsensus manajemen anemia pada pasien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta; PERNEFRI, 15-17.
6.    Yap HK, 1989. Acute renal failure. In : Yip WCL, Tay JSH eds. A Practical Manual on   Acute Paediatrics. 1st. Ed. Singapore : PG Publishing ; 273-288.

No comments:

Post a Comment