Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah keadaan dimana
terjadi penurunan fungsi ginjal secara progresif, terdiri dari GGK ringan,
sedang, berat sampai gagal ginjal terminal atau tahap akhir. Penurunan fungsi ginjal terjadi sesuai dengan penurunan
jumlah dari massa ginjal (tabel 1). Fungsi ginjal dinyatakan sebagai laju
filtrasi glomerulus (LFG) (1)
Tabel
1. Pembagian gagal ginjal kronik
|
Massa ginjal yang masih berfungsi(%)
|
LFG
ml/menit/1.73m2
|
Gejala-gejala
|
Gagal ginjal ringan
|
50 – 25
|
80 – 50
|
Asimptomatik
|
Gagal ginjal sedang
|
25 – 15
|
50 – 30
|
Gangguan metabolik dan
pertumbuhan
|
Gagal ginjal berat
|
15 – 5
|
30 – 10
|
|
Gagal ginjal terminal
|
< 5
|
≤ 10
|
Membutuhkan terapi pengganti ginjal
|
ANGKA
KEJADIAN
Angka
kejadian gagal ginjal kronik sulit ditentukan secara pasti. Pada tahun 1999, di
United Kingdom diperoleh data 53,4 per 1 juta anak mengalami terapi pengganti
ginjal di mana 2,4% terjadi pada umur kurang dari 2 tahun, 6,4% pada umur 2-5
tahun, 20,5% pada umur 5-10 tahun, 41,2% pada umur 10-15 tahun dan 29,5% pada
umur 15-18 tahun (1). Data GGK di Indonesia belum diketahui secara
pasti. Di RSCM Jakarta dilaporkan 21 dari 252 anak yang menderita penyakit
ginjal kronik (2).
PENYEBAB
Penyebab
terjadinya GGK bermacam-macam. Namun terdapat tiga penyebab utama GGK pada anak
yaitu kelainan kongenital, kelainan herediter, dan glomerulonefritis. Macam
macam penyebab GGK adalah sebagai berikut : kelainan kongenital, kelainan
herediter, glomerulonefritis, penyakit multisistem (lupus eritematosus, henoch
schoenlein, hemolitic urmic syndrome), misscelaneous (penyakit neuromuskuler,
tumor ginjal, syndroma drash). (1)
PATOFISIOLOGI
Ginjal
mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu menghasilkan hormon-hormon misalnya
eritropoitin, vitamin D3 aktif, membersihkan toksin hasil metabolisme dalam
darah, mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa, serta
memegang peranan untuk mengontrol tekanan darah(3). Pada gagal
ginjal kronik, ginjal tidak mampu menjalankan beberapa atau semua fungsi tersebut
di atas. Penyebab utama gangguan fungsi ginjal tersebut oleh karena berkurangnya
massa ginjal oleh karena kerusakan akibat proses imunologis yang terus
berlangsung, hiperfiltrasi hemodinamik dalam mempertahankan glomerulus, diet
protein dan fosfat, proteinuria persisten serta hipertensi sistemik(3).
Berkurangnya massa ginjal akibat kerusakan tersebut, akan menyebabkan
terjadinya hipertrofi dan hiperfiltrasi dari massa ginjal yang tersisa.
Akibatnya akan terjadi hipertensi pada massa ginjal tersebut yang dapat
menyebabkan sklerosis glomerulus serta fibrosis dari jaringan interstitial(3,4).
Ginjal
mempunyai kemampuan yang besar untuk melakukan kompensasi. Bila massa ginjal
berkurang 50%, maka gejala-gejala pada GGK masih belum terlihat. Gejala-gejala
GGK mulai tampak bila massa ginjal berkurang 50% sampai 80% misalnya uremia(3).
Uremia
merupakan kumpulan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ sebagai
akibat penimbunan toksin dari metabolisme protein(3). Tanda-tanda
terjadinya gagal ginjal kronik yaitu adanya ginjal yang mengecil dari foto
X-Ray, osteodistrofi ginjal, neuropati perifer serta terjadinya uremia(3).
Terjadinya
osteodistrofi ginjal sebagai akibat terjadinya hiperparatiroid sekunder. Pada
GGK terjadi penurunan LFG, akibatnya terjadi hiperfosfatemia yang akan
merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi hormon paratiroid. Di samping
itu pada GGK terjadi penurunan aktifitas enzim 1 α-hidroxylase akan menyebabkan
terjadinya hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Keadaan ini juga akan merangsang
kelenjar paratiroid untuk memproduksi hormon paratiroid. Ada dua macam bentuk
osteodistrofi ginjal yaitu osteitis fibrosa cystica yang ditandai dengan
peningkatan aktifitas osteoclast atau osteomalacia yang ditandai dengan
penurunan aktifitas mineralisasi tulang (3).
Neuropati
yang terjadi lebih bersifat sensoris dengan gejala timbulnya paraesthesia serta
“sindroma restless leg”. Pada GGK terjadi anemia normokromik normositik, akibat
penurunan produksi eritropoitin yang dalam keadaan normal diproduksi di endotel
kapiler peritubular (3). Pada gagal ginjal terminal merupakan fase
akhir progresifitas dari gagal ginjal kronik. Penderita mengalami kerusakan
massa ginjal dalam jumlah sangat besar sehingga untuk mempertahankan fungsi
ginjal memerlukan terapi pengganti ginjal baik dialisis atau transplantasi (3).
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala klinis pada GGK dapat disebabkan oleh
penyakit yang mendasari maupun akibat dari GGK sendiri yaitu : (1,2,5,6,7,8)
- Kegagalan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Penumpukan metabolit toksik atau toksin uremik
- Kekurangan hormon yang diproduksi di ginjal yaitu eritropoietin dan vit. D3 aktif
- Respon abnormal dari end organ terhadap hormon pertumbuhan
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosa GGK,
anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang
mendasari. Namun demikian pada beberapa keadaan memerlukan
pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang diperlukan untuk mengetahui
beratnya GGK adalah sebagai berikut :
·
Darah lengkap
: hemoglobin, leukosit, trombosit, differential count, hapusan darah.
·
Kimia darah :
o
Serum
elektrolit (K, Na, Ca, P, Cl), ureum, kreatinin, serum albumin, total protein,
asam urat.
o
Analisa gas
darah
o
Kadar hormon
paratiroid
·
Pemeriksaan
urin : albumin/protein, sedimen urin.
·
Laju Filtrasi
Glomerulus, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Haycock-Schwartz
LFG = ( K x h )
Pcr
o
LFG : Laju
Filtrasi Glomerulus
o
K : konstanta
sesuai dengan tinggi badan dan massa otot
o
h : tinggi
badan dalam cm
o
Pcr : kadar
kreatinin dalam plasma (µmol/L atau mg/dL)
o
Nilai K
berbeda menurut umur
Umur
|
Pcr (mg/dL)
|
Preterm
|
0,27
|
Neonatus
|
0,37
|
Bayi ( 0-1 th )
|
0,45
|
Anak ( 2-12 th)
|
0,55
|
Perempuan ( 13-21 th )
|
0,55
|
Laki-laku ( 13-21 th)
|
0,70
|
- Foto tangan kiri dan pelvis untuk mengetahui bone age serta terjadinya osteodistrofi ginjal.
- Thorax foto, elektrokardiografi (EKG) dan echocardiografi untuk mengetahui terjadinya hipertrofi ventrikel.
- Pemeriksaan khusus yang diperlukan sesuai dengan penyakit yang mendasari :
- Ultrasonografi ginjal
- Voidingcystourography
- Radioisotop-Scans
- Antegrade pressure flow studies
- Intravenous urogram
- Urinalisis
- Pemeriksaan mikroskop urin, kultur
- Komplemen C3, C4, antinuklear antibodi, anti DNA antibodi, anti GBN antibodies, ANCA
- Biopsi ginjal
PENGOBATAN
Penanganan penderita GGK meliputi penanganan :
- Penyakit yang mendasari
- Keadaan sebelum mencapai gagal ginjal terminal
- Gagal ginjal terminal
Penanganan penyakit yang mendasari misalnya
pengobatan glomerulonefritis, reflux nefropati, uropati obstruktif, serta
penyakit-penyakit sistemik yang mendasari.
Penanganan sebelum penderita mencapai gagal ginjal
terminal meliputi :
A. Pengobatan
secara konservatif
a) Pengobatan secara simptomatis, yaitu mengurangi
gejala uremia seperti mual, muntah
b) Mengusahakan kehidupan penderita menjadi normal
kembali, sehingga dapat melakukan aktifitas seperti sekolah dan kehidupan
sosial
c) Mempertahankan pertumbuhan yang normal
d) Menghambat laju progresifitas menjadi gagal ginjal
terminal
e) Mempersiapkan penderita dan keluarga untuk
menjalani terapi pengganti ginjal misalnya dialisis, transplantasi ginjal
Pemberian nutrisi penting untuk memperbaiki nutrisi dan pertumbuhan penderita. Pemberian nutrisi pada GGK:
a) Kalori yang adekuat mengacu pada recommended daily
allowance (RDA) Tabel2.
b) Protein yang diberikan harus cukup untuk
pertumbuhan namun tidak memperberat keadaan uremia. Tabel2.
c) Pemberian diet yang mengandung fosfat harus dibatasi
untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidism sekunder. Dianjurkan mempergunakan
kalsium karbonat untuk mengikat fosfat
Pengaturan cairan pada penderita GGK
harus mengacu pada status hidrasi penderita. Dilakukan evaluasi turgor kulit,
tekanan darah, dan berat badan. Pada penderita GGK dengan poliuria pemberian
cairan harus cukup adekuat untuk menghindari terjadinya dehidrasi. Harus ada
keseimbangan antara jumlah cairan yang dikeluarkan (urin, muntah, dan
lain-lain) dengan cairan yang masuk. Pemberian cairan juga harus memperhitungkan
insensible water loss. Pembatasan
cairan biasanya tidak diperlukan, sampai penderita mencapai gagal ginjal tahap
akhir atau terminal.
D. Koreksi asidosis
dengan pemberian NaHCO3 1-2 mmol/kg/hari peroral dalam dosis terbagi.
Keadaan asidosis yang berlangsung lama akan mengganggu pertumbuhan.
Pengobatan asidosis harus dimonitor. Dosis harus disesuaikan dengan
analisis gas darah. Pada asidosis berat dilakukan koreksi dengan dosis 0,3
kgBB x (12 - HCO3- serum) mEq/L iv. Satu tablet
NaHCO3 500 mg = 6 Meq HCO3-.
E. Osteodistrofi
ginjal
Osteodistrofi ginjal dapat dicegah
dengan pemberian kalsium, pengikat fosfat serta vitamin D. Dosis kalsium yang
sering digunakan 100-300 mg/m2/hari. Vitamin D yang sering digunakan
1,25 OHvitD3 (rocatrol) dengan dosis 0,25 μg/hari (15-40 ng/kgBB/hari).
F. Hipertensi
Hipertensi pada GGK penyebabnya
multifaktor. Pengobatan hipertensi meliputi non farmakologis yaitu diet rendah
garam, menurunkan berat badan dan olah raga. Pengobatan farmakologis, obat yang
sering dipergunakan yaitu : diuretik, calcium channel blocker, angiotensin
receptor blocker, ACE (angiotensin converting enzym) inhibitor, beta blocker,agonis
adrenergik alfa,vasodilator perifer. Pengobatan hipertensi diawali dengan
pemberian diuretik golongan furosemid 1-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-4 dosis. Bila
tidak berhasil dapat diberi antihipertensi calcium channel blocker ( nifedepin
1-2 mg/kg/hari dibagi 4 dosis ), ACE inhibitor ( kaptopril 0,3 mg/kg/kali
diberikan 2-3 kali sehari), beta blocker (propanolol 1-10 mg/kg/hari), dan
lain-lain. Pada hipertensi krisis dapat diberikan nifedipin secara sublingual
0,1mg/kg/kali maksimum 1 mg/kg/hari.
G. Anemia
Pengobatan anemia pada GGK dengan
pemberian recombinant hormon eritropoietin (EPO), bila Hb ≤ 10 g/dl, Ht ≤ 30%
dengan dosis 50 unit/kgBB subkutan dua kali seminggu, dengan catatan serum
feritin > 100 μg/L. Dosis dapat ditingkatkan sampai target haemoglobin 10-12
mg/dL tercapai. Selain itu pemberian asam folat diberikan pada penderita dengan
defisiensi asam folat, dosis 1-5 mg/hari (selama 3-4 minggu). Penderita dengan
dialisis diberi dosis rumatan 1 mg/hari.
Bila terjadi gagal jantung dan
hipertensi, maka pengobatan diberikan furosemide secara oral atau intravena dan
pemberian calcium channel blocker. Bila terjadi perikarditis dan uremia berat
adalah indikasi dilakukan dialisis.
I. Gangguan
pertumbuhan
Evaluasi pertumbuhan penderita GGK
terutama dibawah umur 2 tahun dengan melakukan pengukuran tinggi badan, berat
badan, dan lingkar kepala secara teratur. Sehingga adanya gangguan pertumbuhan
dapat segera diketahui. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat mencegah
terjadinya gangguan pertumbuhan. Terapi dengan recombinant growth hormon (rhGH)
dapat diberikan untuk mempercepat pertumbuhan dengan dosis 0,35 mg/kgBB atau 30
UI/m2 perminggu dibagi 7 dosis. Pemberian rhGH pada anak-anak masa
pubertal menunjukkan hasil yang memuaskan daripada anak-anak usia pubertal.
Penanganan penderita dengan gagal
ginjal terminal dengan melakukan terapi pengganti ginjal meliputi transplantasi
ginjal dan dialisis.
a) Transplantasi ginjal merupakan pilihan utama pada
GGT. Namun sebelum dilakukan transplantasi ginjal sering penderita GGT harus
menjalani dialisis terlebih dahulu. Transplantasi ginjal yang dilakukan tanpa
dialisis disebut pre-emptive transplantation (1).
b) Dialisis dilakukan pada penderita dengan indikasi
sebagai berikut :
·
Gejala-gejala
uremia yaitu letargi, anoreksia, muntah-muntah.
·
Hiperkalemia
yang tidak respon dengan koreksi
·
Overload cairan
Ada 2 macam dialisis yaitu :
·
Peritoneal
dialisis
·
Hemodialisis
Pada anak peritoneal dialisis lebih
disukai daripada hemodialisis. Saat ini tindakan dialisis cenderung dilakukan lebih
awal yaitu bila LFG kurang dari 15 mL/menit/1,73 m2 luas permukaan
tubuh.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Rigden SPA. The management of chronic and end
stage renal failure in children. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical
Paediatric Nephrology 3rd ed. Oxford University Press Inc, 2003; 427-46.
2. Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Gagal Ginjal
Kronik. Dalam Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO Eds. Buku Ajar
Nefrologi Anak 2nd ed. Bali penerbit FKUI Jakarta, 2002; 509-30.
3. Fogo AB, Kon V. Pathophysiology of progressive
renal disease. In Avner ED, Harmon WE, Niaudet P Eds. Pediatric Nephrology.
Lippincott Williams & Wilkins USA, 2004; 1269-85.
4. Kei-Chiu TN, Chiu MC. Pre-Renal Replacement
Program : Conservative Management of Chronic Kidney Disease. In Chiu MC, Yap HK
Eds. Practical Paediatric Nephrology. Medcom Limited Hongkong, 2005; 247-52.
5. Yap HK. Anemia, Renal Osteodystrophy, Growth
Failure in Chronic Renal Failure. In Chiu MC, Yap HK Eds. Practical Paediatric
Nephrology. Medcom Limited Hongkong, 2005;
253-61.
6. Winearls CG. Clinical Evaluation and Manifestation
of chronic Renal Failure. In Johnson RJ, Feecally J Eds. Comprehensive Clinical
Nephrology. Harcourt Publishers Limited London, 2000; section 14. 68 : 1-14.
7. Fine RN, Whyte DA, Baydstrun II. Conservative
management of chronic renal insufficiency. In Avner ED, Harmon WE, Naudet P
Eds. Pediatric Nephrology. Lippincott Williams & Wilkins USA, 2004; 1291-305.
8. Kuizon BD, Sausky IB. Renal Osteodistrophy. In
Avner ED, Harmon WE, Naudet P Eds. Pediatric Nephrology. Lippincott Williams
& Wilkins USA, 2004; 1291-305.
9. Goonasekera CDA, Dillon MJ. Thhe child with
hypertension. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical Paediatric Nephrology 3rd
ed. Oxford University Press Inc, 2003; 151-61.
No comments:
Post a Comment