PENGERTIAN
Demam Tifoid
(Typhus Abdominalis) merupakan suatu infeksi akut yang terjadi
pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi. (Masalah demam Tifoid Pada Anak, 1980
: 113).
ETIOLOGI
Demam tifoid
merupakan infeksi septisemia yang disebabkan oleh Salmonella Thyposa/ Eberthela
Thyposa yang mana merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora,
hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit
serta mati pada suhu 70oC dan antiseptik. Infeksi ini merupakan
masalah penting dalam morbiditas dan mortalitas di Indonesia. Selain itu, demam
tifoid juga disebabkan oleh Salmonella Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B, dan
Salmonella Paratyphi C.
PENYEBARAN
KUMAN
Penyebaran demam
tifoid yaitu melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari,
usus halus, usus besar dan seterusnya). Salmonella Typhi masuk ke tubuh manusia
bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui
muntahan, urine dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa
oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran
maupun buah-buahan segar. Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia,
sebagian kuman mati oeh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus.
Dari usus halus itulah kuman beraksi sehingga bisa menjebol usus halus. Setelah
berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah benih, ke pembuluh
darah dan seluruh tubuh. Kuman dalam peredaraan darah yang pertama berlangsung
singkat terjadi 24-72 jam setelah kuman masuk, meskipun belum menimbulkan
gejala tetapi telah mencapai organ-organ hati, kandung empedu, limpa sumsum
tulang dan ginjal. Pada akhir masa inkubasi 5–9 hari kuman kembali masuk ke
aliran darah (kedua kali) dimana terjadi pelepasan endoktosin menyebar ke
seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam tifoid. Jika demikian keadaannya,
kotoran dan air seni penderita bisa mengandung kuman Salmonella Typhi yang siap
menginfeksi manusia lain melalui makanan ataupun minuman yang dicemari. Pada
penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun tidak menampakkan
gejala sakit), kuman Salmonella bisa ada terus-menerus di kotoran dan air seni
sampai bertahun-tahun. Salmonella Typhi hanya berumah dalam didalam tubuh
manusia. Oleh karena itu, demam tifoid sering ditemui di tempat-tempat dimana
penduduknya kurang mengamalkan membasuh tangan manakala airnya mungkin tercemar
dengan sisa kumbahan. Sekali bakteri Salmonella Typhi dimakan atau diminum, ia
akan membagi dan merebak kedalam saluran darah dan badan akan bertindak balas
dengan menujukkan beberapa gejala seperti demam. Pembuangan najis merata-rata
tempat dan hinggapan lalat (lipas dan tikus)
yang akan menyebabkan demam tifoid.
Pada anak-anak yang
usianya muda, perubahan morfologik pada infeksi Salmonella Typhi adalah kurang
prominen jika dibandingkan dengan anak-anak yang berusia remaja dan dewasa.
Ulkus disertai perdarahan akan terjadi akibat dari hyperplasia peyer patches
yang disertai dengan nekrosis pada epithelium. Apabila hal ini terjadi proses
inflamasi dan nekrosis pada mukosa dan jaringan limfatik pada traktus
intestinal akan terjadi. Tetapi jika terjadi penyembuhan, ulkus tersebut
menyembuh tanpa meninggalkan sikiatrik. Lesi dari proses inflamasi ini juga
jarang menyebabkan penetrasi ke muskularis dan serosa pada traktus intestinal.
Lesi ini juga jarang menyebabkan perforasi pada traktus intestinal. Nodus limfa
pada mesenterika, hepar dan lien menjadi hiperemik dan biasanya muncul ditempat
nekrosis fokal. Hiperplasia pada jaringan retikuloendotelia disertai dengan
proliferasi pada sel mononuclear itu bisa dilihat pada sumsum tulang pada area
yang disertai dengan nekresis fokal.
MANIFESTASI
KLINIS
Gambaran klinis
demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas
10–20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan
sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
ditemukan gejala, paradromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, tidak bersemangat dan nafsu makan berkurang. Gambaran klinis
yang biasanya ditemukan adalah :
a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung
3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam, sedangkan pada minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan Pada Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat napas berbau tidak
sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih
kotor (cated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada
abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi
tetapi juga dapat diare atau normal.
c. Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien walaupun
tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama
demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradakardia dan epistaksis pada anak besar.
d. Relaps/ Kambuh
Adalah berulangnya gejala penyakit
tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi
pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar
diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam
organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak
terjadi invasi hasil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Darah Tepi
b. Darah Untuk Kultur (Biakan Empedu) dan WIDAL
Biakan empedu untuk
menemukan salmonella typhosa dan pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang
dapat menentukan diagnosis tifus abdominalos secara pasti. Pemeriksaan ini
perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya. Diperlukan
darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur atau widal :
- Biarkan empedu basil salmonella thyphosa dapat ditemukan dalam darah pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feaces dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urine dan feaces 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa pasien telah benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (carier).
- Pemeriksaan widal. Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum tifoid dicampur dengan suspensi antigen salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan bersamaan dengan penyembuhan pasien. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila pasien telah lama sembuh. Pemeriksaan widal tidak selalu positif walaupun pasien sungguh-sungguh menderita abdominalis (doisebut negatif semu). Sebaliknya titer dapat positif semu karena keadaan sebagai berikut :
- Titer O dan H
tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil coli patogen
pada usus
- Pada
neonatus, zat anti tersebut diproleh dari ibunya melalui tali pusat
- Terdapatnya
infeksi silang dengan Rickettsia (Well felix)
- Akibat
imunisasi secara alamiah karena masuknya basil per oral pada keadaan infeksi
subklinis
Perlu diketahui
bahwa ada jenis dari demam tifoid yang mempunyai gejala hampir sama, hanya
bedanya demam biasanya tidak terlalu tinggi (lebih ringan) ialah yang terdapat
pada paratifoid A, B dan C. Untuk menemukan kuman penyebab perlu pemeriksaan
darah seperti pasien tifoid biasa.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti
ditegakkan dengan cara menguji sampel bagi mengesan kehadiran bakteri
salmonella spp dalam darah penderita dengan membedakan darah pada hari 14 yang
pertama dari penyakit. Selain itu tes widal (O dan H agglutinin) mulai positif
pada hari ke-10 dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit.
Pengulangan tes widal sedang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari
titer agglutinin (diatas 1 : 200) menunjukkan diagnosis positif dari infeksi
aktif demam tifoid.
Biarkan tinja
dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-3 serta biarkan urine pada minggu ke-3 dan
ke-4 dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya salmonella.
Gambaran darah juga
dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat likopeni polimorfonuklear
dengan limpositosis yang relatif pada hari ke-10 dari demam, maka arah demam
tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis polimorfonuklear,
maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri didalam lesi usus. Peningkatan
yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita waspada akan
terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah mendiagnosis
karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti
diatas, bisa ditemukan gejala-gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah
terpapar dengan kuman salmonella typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian
sembuh tanpa diberi obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita
yang secara tidak sengaja menelan kuman ini langsung manjadi sakit. Tergantung
banyaknya jumlah kuman dan tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya,
termasuk apakah sudah imun atau kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang
masuk ke saluran cerna, bisa saja langsung dimatikan oleh sistem pelindung
tubuh manusia. Namun demikian, penyakit ini tidak bisa dianggap enteng,
misalnya nanti juga sembuh sendiri.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi Intestinal
-
Pendarahan
usus
-
Perforasi
usus
-
Ileus
paralitik
2. Komplikasi Ekstra Intestinal
-
Komplikasi
kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
septik), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis
-
Komplikasi
darah
Anemia hemolitik, trombositopenia,
disseminated intravascular coaggulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik
-
Komplikasi
paru
Pnemonia, empiema dan pleuritis
-
Komplikasi
hepar dan kandung empedu
Hepatitis dan kolesistitis
-
Komlikasi
ginjal
Glomerulonefritis, pielonefritis dan
perinefricts
-
Komplikasi
tulang
Osteomielitis, periostitis,
spondilitis dan artritis
-
Komplikasi
neuropsikiatik
Delirium, menigismus,
meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain barre, psikosis dan sindrom
katatonia.
PENCEGAHAN
Langkah-langkah
pencegahan adalah sebagai berikut :
1. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat
2. Pembuangan kotoran manusia pada tempatnya
3. Pemberantasan lalat
4. Pengawasan terhadap rumah makan dan penjual
makanan
5. Imunisasi
6. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier)
7. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
Tujuan perawatan
dan pengobatan demam tifoid anak adalah meniadakan invasi kuman dan mempercepat
pembasmian kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya
komplikasi, mencegah relaps dan mempercepat penyembuhan. Adapaun beberapa cara pengobatan demam tifoid,
diantaranya :
1. Perawatan Umum
Pasien demam tifoid
perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien
harus tirah baring absolut minimal 7 hari bebas demam atau selama + 14 hari. Maksud tirah baring adalah mencegah terjadinya komplikasi
pendarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap
sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran menurun,
posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari
komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan BAK harus diperhatikan
karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. Pengobatan
simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang dijumpai seperti
demam, diare, sembelit, mual, muntah dan meteorismus. Sembelit bila > 3 hari
perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan
ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat pendarahan maupun
perforasi intestinal. Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadan
penderita, misalnya : pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan
keseimbangan cairan, vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
kortikosteroid untuk mempercepat penurunan demam.
2. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan,
kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang dan tidak menimbulkan gas, misal : diberi bubur halus kemudian bubur
kasar dan akhirnya nasi. Untuk pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar). Minum susu 2
gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui
sonde lambung, jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan
makanan lunak.
3. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan :
a. Kloramfenikol
Merupakan obat pilihan utama pada
pasien demam tifoid. Dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari kedua 4x500 mg
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam kemudian dosis
diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian. Demam pada demam tifoid
turun + 4 hari
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitasnya sama dengan
kloramfenikol. Komplikasi hemotologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang
daripada kloramfenikol. Demam dapat turun 5-6 hari.
c. Ampisilin dan amoksilin
Dalam hal
kemampuan menurunkan demam, efektifitasnya lebih kecil dibandingkan dengan
kloramfenikal. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan
leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/ kg BB sehari
digunakan sampai 7 hari bebas demam. Demam dapat turun 7-9 harKotrimoksazol (kombinasi
trimetroprim dan sulfametoksazol).
Efektifitasnya kurang lebih sama
dengan kloramfenikol. Dosis 2 x 2 tablet
(1 tablet = 400 mg sulfametoksazol dan 1 tablet = trimetoprim), digunakan
sampai 7 hari bebas demam. Demam dapat turun 5-6 hari.
d. Sefalosporin generasi II dan III
Pemberian sefalosporin berhasil
mengatasi demam tifoid dengan baik. Demam pada umumnya mengalami mereda pada
hari ke-3 atau menjelang hari ke-4.
- Softriakson 4g/ hari selama 3 hari
- Norfloksasin 2 x 400 mg/ hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2 x 500 mg/ hari selama 6 hari
- Ofloksasin 600 mg/ hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/ hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/ hari selama 7 hari
e. Flurokinolon
Efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti.
terimakasih nih pembahasannya...
ReplyDeletehttp://tokoonlineobat.com/obat-demam-tifoid-alami/