Alergi makanan merupakan kumpulan gejala yang
mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap
bahan makanan. Alergi makanan di masyarakat merupakan istilah umum untuk menyatakan
reaksi simpang terhadap makanan termasuk di dalamnya proses non-alergi yang
sebenarnya lebih tepat disebut intoleransi. Intoleransi makanan merupakan
reaksi terhadap makanan yang bukan reaksi imunologik, misalnya reaksi toksik,
reaksi metabolik, dan reaksi indiosinkrasi.
PATOFISIOLOGI
Faktor yang berperan dalam alergi makanan :
- Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
- Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
- Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
Alergen dalam makanan :
- Merupakan protein, glikoprotein atau polipeptida dengan besar molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan enzim proteolitik.
- Pada ikan diketahui allergen-M sebagai determinan.
- Pada telur ovomukoid merupakan alergen utama.
- Pada susu sapi betalaktoglobulin (BLG), alfalalaktalbumin (ALA), bovin serum albumin (BSA) dan bovin gama globulin (BGG) merupakan alergen utama dan BLG adalah alergen terkuat.
- Pada kacang tanah alergen terpenting adalah arachin, conarachin dan peanut-1.
- Pada udang dikenal allergen-1 dengan berat molekul 21.000 dalton dan Allergen-2 dengan berat molekul 200.000 dalton.
- Pada gandum yang merupakan alergen utama adalah: albumin, pseudoglobulin dan euglobulin
Terjadinya alergen makanan :
- Pada paparan awal, alergen dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya mengekspresikan pada sel-T. Sel-T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe
- Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus,yang pada anak atopi cenderung terbentuk IgE lebih banyak.Selanjutnya terjadi sensitisai sel mast pada saluran cerna, saluran nafas dan kulit. Kombinasi alergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi pada IgE yang telah melekat pada sel mast atau komplek IgE-Alergen terjadi ketika IgE masih belum melekat pada sel mast atau IgE yang telah melekat pada sel mast diaktifasi oleh pasangan non spesifik, akan menimbulkan degranulasi mediator. Pembuatan antibodi IgE dimulai sejak paparan awal dan berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi. Komplemen akan mulai mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibodi.
- Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin mempunyai berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya komplek imun akan menarik netrofil
- Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang ditimbulkannya.
- Bayi atopi juga mendapat sensitisasi melalui makanan alergenik yang terkandung dalam air susu ibu. Bayi-bayi dengan alergi awal terhadap satu makanan misalnya susu, juga mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembang menjadi alergi terhadap makanan lain.
GEJALA KLINIK
Gejala klinis alergi makanan biasanya mengenai
berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran nafas, saluran cerna, mata,
telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering kali
sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan tertentu bisa menyebabkan gejala
tertentu pada seseorang anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala
lain. Pada seseorang makanan yang satu bisa mempunyai organ sasaran yang lain
dengan makanan yang lain, misalnya udang menyebabkan urtikaria, sedangkan
kacang tanah menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi
pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis. Bischop (1990)
mendapatkan pada penderita yang alergi susu sapi : 40% dengan gejala asma, 21%
eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan gejala alergi susu sapi
berupa : urtikaria, angionerotik udem, pucat, muntah, diare, eksema dan asma.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Uji Kulit : Sebagai pemeriksaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan)
- Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
- IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
DIAGNOSA BANDING
- Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya
- Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
- Reaksi psikologis
PENATALAKSANAAN
Identifikasi alergen dan eliminasi
- Diet
eliminasi/provokasi adalah untuk diagnostik. Bila alergen telah diketemukan
maka harus dihindari sebaik mungkin dan makanan-makanan yang tergolong
hipoalergenik dipakai sebagai pengganti.
- Pada bayi
dari keluarga atopik, disarankan menunda pemberian makanan makanan yang dikenal
sebagai makanan alergenik utama, dengan cara :
- Eliminasi susu sapi sampai usia 1 tahun
- Eliminasi telur sampai usia 18-24 bulan
- Eliminasi kacang-kacangan dan ikan sampai usia 3 tahun
PENCEGAHAN
- Alergi tidak bisa disembuhkan, tapi dengan pencegahan yang efektif akan mengendalikan frekuensi dan intensitas serangan, penggunaan obat, jumlah hari absen sekolah, serta membantu memperbaiki kualitas hidup.
- Pemberian ASI sangat dianjurkan. Pada bayi yang melakukan eliminasi makanan dan mendapat ASI, maka ibu juga harus pantang makanan penyebab alergi. Dengan eliminasi sebelumnya, alergi susu sapi menghilang pada kebanyakan kasus pada umur 2 tahun. Untuk pengganti susu sapi dapat dipakai susu hidrolisat whey atau hidrolisat casein. Pilihan lain adalah susu formula kedelai, dengan harus tetap waspada terhadap kemungkinan alergi terhadap kedelai. Pada bayi yang menderita alergi makanan derajat berat yang telah menggunakan formula susu hipoalergenik, bila ingin melakukan diet provokasi dengan susu formula sapi, harus dilakukan dirumah sakit, karena jika gagal ada kemungkinan terjadi renjatan anafilaksis.
- Sayur mayur bisa dianjurkan sebagai pengganti buah, daging sapi atau kambing sebagai pengganti telur ayam dan ikan.
- Makan di restoran kurang aman dan dianjurkan selalu membaca label bahan-bahan makanan jika membeli makanan jadi.
- Desensitisasi pada alergi makanan tidak dilakukan sebab reaksinya hebat dan sedikit sekali bukti-bukti kerberhasilannya. Andaikata berhasil, selama desensitisasi penderita juga tetap harus menyingkirkan makanan penyebab serangan alergi itu.
PENGOBATAN
Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus
diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah ini :
Kromolin, Nedokromil.
Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma
dan rinitis alergika. Kromolin umumnya
efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan
alergi makanan. Dosis
kromolin untuk penderita asma
berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi
atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4
kali/hari. Untuk rinitis alergik
digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin 5.2 mg/semprot.
Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes mata/hari. Nedokromil untuk nebulisasi tak ada.
Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler dan dosis untuk asma
adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan
tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.
Glukokortikoid.
Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid
oral pada asma akut digunakan pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin
memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma malam dan menetap pada pagi
hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta bronkodilator
parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai
adalah : metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai
keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari,
dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk
penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat yang
digunakan adalah metil prednisolon
atau hidrokortison dengan dosis 4-10
mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison
oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.
Beta adrenergic agonist
Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin
subkutan bisa diberikan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.
Metil
Xantin
Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering
digunakan adalah aminofilin dan teofilin, dengan dosis awal
3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.
Simpatomimetika
·
Efedrin :
0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam
·
Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
·
Terbutalin : 0,075
mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
·
Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Leukotrien antagonis
LTC4 dan LTD4 menimbulkan bronkokonstriksi yang
kuat pada manusia, sementara LTE4 dapat memacu masuknya eosinofil dan netrofil
ke saluran nafas. Dapat digunakan pada penderita dengan asma persisten ringan.
Namun pada penelitian dapat diberikan sebagai alternatif peningkatan dosis
kortikosteroid inhalasi, posisi anti lekotrin mungkin dapat digunakan pada asma
persisten sedang, bahkan pada asma berat yang selalu membutuhkan kortikosteroid
sistemik, digunakan dalam kombinasi dengan xantin, beta-2-agonis dan steroid.
Preparat yang sudah ada di Indonesia adalah Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2
kali/24jam.
H1-Reseptor antagonis
H1 reseptor antagonis generasi kedua tidak ada efek samping CNS. Setirizin
bisa digunakan pada anak mulai umur 1 tahun dan tidak ada efek samping
kardiovaskular, dapat digunakan jangka lama. H1 reseptor antagonis generasi
pertama efek antikolinergiknya dapat memperburuk gejala asma karena pengentalan
mukus. Pada dosis tinggi efek samping pada CNS sangat membatasi penggunaanya
dalam pengobatan asma. Beberapa penelitian membuktikan efektifitas. Difenhidramin diberikan dengan dosis 0,5 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam. CTM diberikan dengan dosis 0,09 mg/kg/dosis, 3-4
kali/24 jam. Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1
kali/hari. Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 10 mg/dosis,1 kali/hari. Feksofenadin, dosis pemberian sesuai
usia anak adalah : 6-11 tahun : 30 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2
kali/hari atau 180 mg/hari, 4 kali/hari. Azelastine,
dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5-11 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari; > 12 tahun : 2 semprotan, 2
kali/hari. Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah :
2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari; 6-12 tahun : 30 mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari. Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.
PROGNOSIS
Alergi makanan yang mulai pada usia 2 tahun
mempunyai prognosis yang lebih baik karena ada kemungkinan kurang lebih 40%
akan mengalami grow out. Anak yang
mengalami alergi pada usia 15 tahun ke atas cenderung untuk menetap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sampson HA, Leung DYM. Adverse reaction to Foods.
In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds): Textbook of Pediatrics. 17th
Ed Philadelphia, WB Saunders 2004. pp. 789-792.
2.
Sampson HA. Food allergy. J
Allergy Clin Immunol, 2004; 111 : S540-7.
3. American Academy of
Pediatrics, Committee on Nutrition : Hypoallergenic infant formulas. Pediatrics
2000; 106 : 346-49.
4. Sicherer SH: Diagnosis and
management of childhood food allergy. Curr Probl Pediatr 2001; 31 : 35-57.
5. Wahn U,
Nickel R, Illi S, Lau S, Grubber C, Hamelmann E, 2004. Strategies
for early prevention of allergic disorders. Clin Exp All Rev; 4 : 194-199.
No comments:
Post a Comment